Minggu, 21 September 2008

KPK Perlu Periksa Kasus Pengolahan Gas LPG Bekasi.

Ada tindakan sang Menteri ESDM yang aneh bin ajaib.. Dengan menonjolkan wajib suksesnya program konversi minyak tanah ke gas sang Menteri menandatangani SK Pengolahan Gas LPG di Kabupaten Bekasi. Padahal ia sangat tahu kalau di lapangan migas tersebut seharusnya tidak seorangpun pejabat apalagi sekelas Menteri yang dapat sesukanya ikut campur tangan. Karena dasar hukum pengolahan gas tersebut masih menyimpan masalah.

Kontraktor peritis, tiba-tiba harus kehilangan seluruh haknya atas tindakan Bupati – yang rupanya ada udang dibalik batu. Sang Bupati bermaksud memberikan hak pengolahan gas itu kepada kontraktor lain tanpa melalui proses tender-tenderan. Karena merasa dizalimi, wajar jika kontraktor melakukan upaya hukum. Syukurlah upaya hukumnya telah menghasilkan keputusan-keputusan yang berpihak kepadanya baik dari peradilan tingkat bawah sampai tingkat atas termasuk PTUN. Bahkan ada keputusan yang menyatakan pengolahan gas LPG itu harus diserahkan kembali kepada kontraktor semula.

Memang, kepastian hukum berbisnis di negara menjadi tidak menentu, bilamana ada pejabat di tingkat manapun yang ikut campur mengaduk-aduk hak dan kewajiban yang sudah mengikat bagi para investor. Jika pemerintah berkampanye adanya jaminan hukum bagi para investor yang mau memberanak-pinakkan uangnya di negara ini dalam bentuk investasi langsung, maka pengolahan gas LPG di Bekasi dapat dijadikan satu kajian bahwa kepastian hukum itu masih berupa angan-angan.

Seharunys DPR menyikapi masalah di balik kasus pengolahan gas di Bekasi ini, karena patut diduga ada sesuatu di baliknya. Pertanyaan kami, kekuatan besar dari pihak manakah termasuk partai yang dapat membuat Menteri ESDM bertekuk lutut menuruti kemauannya, walaupun ia sadar bahwa seharusnya dia tidak melakukan tindakan mengeluarkan SK yang berlaku surut 6 bulan sebelumnya ?

Dalam konteks inilah, KPK harus melihat masalahnya dengan jernih untuk membongkar ada konspirasi apa yang terjadi di sana, dan berapa banyak kerugian yang harus diderita negara. Sudah saatnya negara ini bersih dari tangan-tangan kotor yang melumuri iklim bisnis di negara ini yang seharusnya jauh lebih menarik di banding dengan negara-negara Asia lainnya bahkan dengan negara sekelas gajah seperti Amerika. Mudah-mudahan…

Senin, 18 Februari 2008

Privatisasi PLN, Asing Ancam Sektor Energi Listrik Indonesia

[Era Muslim] - rivatisasi sektor kelistrikan dengan pecahan (unbundling) baik secara vertikal maupun horizontal PT. PLN akan mengakibatkan beban listrik yang harus dibayar oleh masyarakat semakin besar, selain itu membuka peluang pihak asing asing untuk menguasai sektor kelistrikan di tanah air.

"Program ini pasti akan menaikan harga, sebab listrik selama ini mulai dari pembangkit, kemudian transmisi, distribusi, dan retail melalui satu tangan. Ini akan dipecah-pecah, "jelas Ketua UmumDPP Serikat Pekerja PT. PLN Ahmad Daryoko dalam Acara Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan bertema "Prokontra Privatisasi PLN", di Gedung YTKI, Jakarta, Senin(18/2).

Menurutnya, apabila pembangkitan listrik ditangani oleh perusahaan asing, kemudian yang mengurus transmisi oleh perusahaan lain, dan yang melakukan distribusi lain lagi, dikhawatirkan akan terjadi perebutan keuntungan dari pembayaran konsumen.

Jumat, 15 Februari 2008

Mandulnya kerja Mahkamah Agung

[Bisnis Indonesia] - Proyek LPG Plant di Kabupaten Bekasi sampai saat ini masih terkendala. Masalah yang muncul karena campur tangannya sang bupati membatalkan kerja sama yang dibuat antara BUMD setempat dengan PT Maruta berbuntut panjang. Terlebih setelah pemutusan sepihak itu, sang BUMD atas restu bupati menjalin kerja sama baru tanpa tender dengan pihak lain.

Terkait kasus ini, sang bupati dilengserkan oleh menteri dalam negeri dan penggantinya sudah naik tahta. Namun proses pemberdayaan gas bumi milik negara di Tambun sampai kini masih juga tak berdaya. Gas bumi hanya dibuang sia-sia setiap harinya.

Proses perseteruan tersebut semakin seru, ujungnya justru menyangkut di Mahkamah Agung hingga kini. Meski sudah berjalan sekian lama, keputusan yang ditunggu oleh masyarakat Bekasi tidak kunjung datang, entah apa penyebabnya.

Apakah Mahkamah Agung akan mengeluarkan keputusan setelah gas bumi di Bekasi habis terbakar atau memang kerja MA seperti itu, menumpuk perkara seperti kebiasaannya.